PENGEMBARAAN
PARA KADER DAKWAH
Judul Buku :
Indahnya Jalan Dakwah
Penulis : Mujahid
M. Salbu
Penerbit : MS
Publising , Yogyakarta
Edisi : Cet-I, November 2008
Tebal : 127
Halaman
Peresensi :
Mustavidah MS.
“Dimanapun berada, buatlah sejarah,
dan jika berada di tempat tugas, janganlah menampilkan diri sebagai orang
hebat. Tapi, kerjakan apa yang dikerjakan oleh orang-orang hebat”. (Abdullah Said, Pendiri
Hidayatullah )
Di Gunung
Tembak, wanita kelahiran Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan ini tinggal di
sebuah gubuk bekas pembakaran batu bata, persis di samping kuburan Belanda.
Tempatnya kecil, berhimpitan dengan tumpukan batu bata dan baunya menyengat. Di
gubuk dengan dinding dari daun pisang dan beratapkan langit itulah selanjutnya
ia bersama suami dan anak-anaknya melewati masa-masa penuh perjuangan.
Meski dalam kondisi hamil, ia cukup tegar menyiapkan
makanan bagi para da’i yang setiap hari memeras peluh, bekerja keras, membabat
hutan, dan mencungkil tunggul. Selain itu, ia juga dituntut pandai memilih
tumbuh-tumbuhan liar yang ada di sekitarnya sebagai bahan sayuran, karena yang
ada hanya tumbuh-tumbuhan itu. Salah memilih, bisa-bisa berakibat fatal.
Sementara ia sendiri belum begitu mengenal mana tumbuhan yang dapat dikonsumsi
dan mana yang tidak. Maklum, sayur-sayuran yang sudah umum dikonsumsi tidak
tersedia di tempat ini.
Sepenggal kisah di atas adalah gambaran perjuangan yang dirasakan oleh Atikah, salah seorang
srikandi Hidayatullah yang dengan setia mendampingi suami untuk berjuang
menegakkan syari’at Islam, meski dalam kondisi yang memprihatinkan. Namun,
Atikah bukanlah satu-satunya pejuang yang rela dan ikhlas untuk merasakan
penderitaan demi perjuangan Islam. Dalam buku INDAHNYA JALAN DAKWAH yang di
tulis oleh Mujahid M. Salbu yang merupakan salah seorang kader Hidayatullah, terdapat 16 Kisah yang
menggugah dari para da’i dan da’iyah Hidayatullah dalam mengemban amanah dakwah
di penjuru nusantara.
Banyak kisah menarik dari para da’i karena mereka adalah
pribadi-pribadi yang multi function. Mereka hadir di suatu tempat bukan
sekedar menjadi da’i yang menyebarkan agama saja, tapi kadang juga harus
berperan sebagai tukang kayu untuk membangun fasilitas di pesantren yang
dirintisnya. Di saat yang lain mereka harus berdiri di depan para murid sebagai
guru, atau menjadi orang tua dari anak-anak yatim, sekaligus bertindak sebagai
imam masjid. Banyak peran yang harus mereka lakoni akibat terbatasnya SDM.
Ternyata ketaatan, keyakinan dan kesabaran adalah kunci
kesuksesan mereka. Ketika tantangan menghadang, mereka dituntut dapat
menghadapi persoalan itu dengan hati lapang. Maka menjalin kedekatan kepada
Allah SWT. sebagai Dzat tempat mengadu menjadi sebuah kemestian yang harus
dijalani.
Dalam buku ini penulis berhasil menyuntikkan spirit
perjuangan bagi para da’i melalui kisah-kisah yang disajikan, terlebih bagi
mereka yang merasa minder untuk berdakwah disebabkan bukan berasal dari
kalangan akademisi. Sebab, para da’i tersebut bukanlah para sarjana yang
mendapatkan ilmu agama dari bangku perkuliahan. Bahkan di antara mereka ada
yang hanya mampu menginjakkan kaki di bangku SD untuk selanjutnya memilih
menimba ilmu di pesantren. Namun di sanalah ia menemukan kesuksesan, bahkan
kini menjadi seorang muballigh sekaligus pengusaha sukses yang mampu berdakwah
bil maal.
Buku INDAHNYA JALAN DAKWAH, memang bukanlah buku pertama
yang berhasil mengangkat kisah-kisah perjuangan para da’i Hidayatullah dalam
sebuah goresan pena. Sebelumnya pada tahun 2005, sebuah buku berjudul MENJEMPUT
PERTOLONGAN ALLAH telah lebih dulu mengangkat beberapa kisah yang serupa.
Namun, buku tersebut merupakan kumpulan tulisan dari beberapa penulis yang
berbeda. Sehingga disajikan dengan gaya penulisan yang berbeda pula. Beberapa
diantarnya ditulis langsung oleh da’i tersebut dan beberapa kisah lainnya
dituturkan langsung oleh para da’i kepada penulis yang menuangkannya dengan
gaya penulisan deskriptif.
Terlepas dari keberhasilan penulis dalam menuangkan
kisah-kisah para da’i yang dapat menjadi spirit bagi para da’i yang lain, baik
yang sedang maupun yang akan bertugas, dalam penulisan buku ini masih terdapat
banyak kekurangan dalam penulisan maupun penyajian isi buku. Diantaranya,
terdapat banyak kesalahan dalam penulisan kata. Seperti : Tunggal (tinggal)
h.122, bekenaan (berkenaan) h.123, membela (membelah) h.124,
krisis (kritis) h.126, ulum (ulam) h.54 dan beberapa kesalahan dalam
penulisan kata yang lain. Kesalahan yang terlihat sepeleh, namun dapat
mengurangi kenyamanan pembaca dalam menikmati kisah-kisah yang dipaparkan. Selain
itu, sebuah pemaparan yang terlihat berlebihan dalam penulisan buku ini adalah
kisah dari seorang da’i bernama Jamal Noor, santri asal Sulawesi Selatan yang
bertugas di cabang Batam. Kisah mengenai perjuangan beliau sekaligus
perkembangan cabang yang beliau pimpin nampaknya disajikan terlalu rinci hingga
dibahas dalam IV bab. Berbeda dengan kisah para da’i lain yang hanya disajikan
dalam I bab. Hal ini memungkinkan timbulnya
asumsi bagi pembaca bahwa buku yang ditulis sebanyak 127 halaman ini hanya
dikhususkan bagi masyarakat Batam atau kalangan tertentu.
Membaca judul kecil yang terdapat pada cover buku ini
yakni Kisah Menggugah Da’i dan Da’iyah Pesantren Hidayatullah Mengemban
Amanah Dakwah di Penjuru Nusantara, maka terdapat sebuah kisah dalam buku
ini yang cukup mengganjal dan menimbulkan pertanyaan bagi para pembaca. Yaitu
kisah yang terdapat pada halaman 85, dengan judul tulisan “Menebar Rahmat di
Belantara Kalimantan”. Dalam tulisan ini dikisahkan seorang da’i yang berhasil
memasuk Islamkan 300 orang Kristen di pedalaman Kalimantan. Sebuah perjuangan
yang luar biasa. Namun, kisah ini tentu melenceng dari judul yang tertulis. Sebab da’i tersebut
bukanlah seorang kader Hidayatullah, meski memiliki semangat perjuangan dan
tujuan yang sama yakni meraih Ridho ilahi dalam menegakkan syari’at Islam.
Dalam hal ini terlihat kurangnya konsisten yang ada pada penulis antara
penulisan judul dan isi yang terdapat
dalam buku. Jika sekiranya penulis ingin menceritakan kisah-kisah perjuangan
para da’i pada umumnya atau kesuksesan
dakwah para da’i yang berada di Kalimantan khususnya, Maka sebaiknya tidak
mencantumkan judul dengan pengkhususan sebagaimana yang tertulis pada cover buku.
Namun, sebanyak apapun kesalahan penulis dalam menyajikan
sebuah tulisan tentu tidak akan mempengaruhi makna-makna positif yang ingin
disampaikan oleh penulis. Oleh karenanya bagi para pembaca, khususnya generasi
penerus Hidayatullah yang sedang menyiapkan mental dan fisik untuk terjun ke
gelanggang perjuangan, buku ini tentu dapat menjadi referensi utama. Sebagai
gambaran akan beratnya sebuah perjuangan
untuk menggapai syurga. Sehingga mulai sekarang dapat mempersiapkan
segalanya, dan kelak jika menemukan sebuah cobaan tentu telah mengetahui apa
yang harus dilakukan dan kepada siapa harus memohon pertolongan. Selamat
Membaca!
Buku yg bagus...
BalasHapusDont miss it ^,^
Hapusinsyaallah untuk da'wah tak kenal lelah allahuakbar,,,,
Hapusyupz, sepakat..
Hapustetap semangat, Allahu akbar !!!