!!!.....اَهْلاً وَ سَهْلاً

"Dan Janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu beriman. (Ali-'Imran:139)



Jumat, 25 Mei 2012

TALAK BA'IN



     Salah satu kualifikasi pembahasan al-ahwal al-syakhshiyah dalam kuliah syariah adalah pembahasan tentang talak. Pembahasan ini menarik untuk senantiasa dikaji dalam sebuah diskursus kekinian. Membahasnya dalam konteks idealitas ajaran normatif Islam, maupun dalam realitas lapangan dengan dinamika interaksi sosial masyarakat, yang kerap memicu timbulnya kesenjangan.  Semua ini tertuju pada penemuan sebuah pemecahan masalah atau solusi dari hal tersebut, di samping sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan tentang hukum Islam.

     A.     Dasar  Hukum Pensyariatan Talak dan Pengertiannya
1.      Dasar hukumnya
Talak disyariatkan dengan dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah, dan ijma’ (kesepakatan) ulama. Dalil tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Dalil al-Qur’an
1)      QS. al-Baqarah: 229
“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik”.
2)      QS. at-Thalaq: 1
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).”
b.      Dalil Sunnah
Nabi SAW. Bersabda:

انما الطلاق لمن أخذ بالساق
“Sesungguhnya talak itu bagi orang yang mempunyai kekuatan (yaitu suami).” (HR. Ad-Daruqutni dan yang lain)
c.       Ijma’, para ulama telah sepakat tentang disyariatkannya talak, bahkan tak ada satu ulama pun yang menentangnya.
2.      Pengertiannya
Talak menurut bahasa adalah “at-takhliyatu” yang artinya pelepasan atau memutuskan ikatan. Jika seseorang berkata, “Thalaqtu an-naqata” maka berarti saya melepaskan unta itu.
Menurut istilah, talak adalah melepas ikatan nikah atau sebagian dari akad itu atau terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas, misalnya seorang suami berkata kepada istrinya, “Engkau aku ceraikan” atau dengan bahasa sindiran, misalnya suami berkata, “Pergilah kepada kelurgamu.

       B.    Hukum Talak
Hukum talak dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasinya. Ia dapat menjadi mubah, makruh, sunnah, wajib, atau haram. Adapun kelima hukum tentang talak tersebut dapat terjadi pada keadaan berikut ini:
1.      Mubah, jika suami membutuhkan hal itu, dikarenakan buruknya akhlak  sang istri yang hal tersebut bisa membawa bahaya bagi kelurga yang sedang dibinanya.
2.      Makruh, jika kondisi suami-istri tersebut dalam keadaan stabil dan tidak ada perubahan yang menghawatirkan. Bahkan sebagian ulama mengatakan talak diharamkan dalam kondisi seperti ini.
3.      Sunnah, hal ini terjadi demi mempertahankan pernikahan tersebut dari sesuatu yang bisa membahayakan hubungan suami dan istri. Seperti saat terjadinya perselisihan dan perpecahan di antara mereka, lebih lagi jika sang istri membenci kepada suami.
4.      Wajib, jika istri tidak istiqamah dalam melaksanakan perintah agama. Misalnya, istri sering  meninggalkan shalat dan menunda-nunda waktu shalatnya, sedangkan ia tidak bisa lagi menerima nasihat dan tidak mampu lagi menjaga kehormatannya.
5.      Haram, jika menjatuhkan talak pada istrinya yang sedang haid atau hamil atau dalam keadaan ia suci tapi belum pasti kalau ia tidak hamil.

       C.    Rukun Talak
Talak mempunyai tiga rukun, yaitu:
1.      Suami yang mukallaf. Jadi selain suami tidak boleh menjatuhkan talak, begitu juga jika suami tidak berakal, tidak baligh, tidak sukarela dalam arti dipaksa, maka talak olehnya tidak sah.
2.      Istri yang diikat dengan ikatan pernikahan yang hakiki dengan suami pencerai, dalam arti istri tersebut berada dalam kepemilikan suaminya dan ia adalah obyek yang mendapatkan talak.
3.      Lafazh yang menunjukkan adanya talak, baik itu dengan ungkapan langsung atau sindiran. Jadi niat talak saja tanpa ungkapan talak itu tidak cukup dan tidak bisa mentalak istri.

      D.     Hikmah Talak
Apa yang Allah SWT. syariatkan kepada hamba-Nya suatu hukum pastilah mengandung hikmah yang agung. Sebuah kesyukuran bagi yang mengetahui hikmah tersebut dan tetap meyakini akan adanya bagi yang tidak mengetahuinya. Adapun di antara hikmah yang para ulama kemukakan dalam pensyariatan talak adalah sebagai berikut:
1.      Merupakan salah satu kelebihan yang ada pada agama kita yang mulia, sebab talak dapat menyelesaikan problem yang sering menimpa sebuah rumah tangga ketika sangat dibutuhkan.
2.      Memberikan maslahat kepada suami dan istri. Misalnya, mengakibatkan bahaya bagi sang istri kalau tetap bersama suaminya ataukah istri yang berakhlaq buruk dan tidak istiqamah dalam melaksanakan kewajiban syariah, maka talak menjadi jalan keluar dari hal tersebut.
3.      Terjadinya dampak buruk jika menentang syariat talak ini. Adanya kerusakan moral dalam masyarakat, penyelewengan-penyelewengan dan hancurnya sebuah rumah tangga.
4.      Adanya pensyariatan rujuk untuk talak satu dan dua agar hubungan suami istri tidak terputus begitu saja selama-lamanya. Barangkali pihak suami menyesal atas keputusan mentalak istrinya, dan kemudian Allah SWT. menjadikan di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk kepadanya sehingga yang demikian lebih mudah dan lebih gampang dalam prosesnya.
5.      Puji syukur kepada Allah SWT. terhadap keutamaan dan kebaikan yang dianugerahkan kepada agama Islam ini, di mana syariatnya mencakup semua maslahat, baik yang dibutuhkan sekarang maupun yang akan datang.

       E.     Pembahasan Talak Ba’in
Talak ba’in adalah talak di mana seorang suami tidak mempunyai hak rujuk kepada istrinya. Dengan jatuhnya talak ba’in ini, maka seorang suami sama kedudukannya sama seperti laki-laki lain jika ingin melamar untuk menikahinya kembali. Maka wanita tersebut boleh menerimanya melalui penyerahan mahar dan proses akad nikah, sebaliknya jika ia enggan, maka menolaknya juga tidak apa-apa.
Talak dapat menjadi talak ba’in karena lima hal, yaitu:
1.      Suami mentalak istrinya dengan talak raj’i (talak di mana suami-istri bisa rujuk kembali), kemudian membiarkan tanpa merujuknya hingga masa iddahnya habis. Jadi talaknya terhadap istri menjadi talak ba’in hanya dengan habisnya masa iddah.
2.      Suami mentalak istrinya dengan kompensasi istrinya menyerahkan sejumlah uang kepadanya, hal ini biasa disebut dengan khulu’
3.      Istri ditalak oleh dua hakim dari utusan suami-istri karena keduanya berpendapat bahwa talak tersebut lebih bermanfaat daripada keduanya tetap dalam jalinan pernikahan.
4.      Suami mentalak istrinya sebelum menggaulinya, karena wanita yang ditalak sebelum digauli tidak mempunyai masa iddah. Jadi talak terhadapnya menjadi talak ba’in hanya dengan jatuhnya talak.
5.      Suami berketetapan hati mentalak istrinya dengan talak tiga dalam satu ungkapan, atau tiga ungkapan dalam satu tempat, atau ia mentalaknya setelah dua talak sebelumnya. Inilah yang disebut dengan talak ba’in kubra yaitu adanya pemisahan yang besar dalam arti ia tidak halal menikah lagi dengannya kecuali setelah istrinya menikah dengan laki-laki lain. 


   Daftar Rujukan
1.      Al-Qur’an dan Terjemahnya
2.      Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz, Terj: Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah.
3.      Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhajul Muslim, Terj: Ensiklopedi Muslim.
4.      Kamil Muhammad Uwaidah, Al-Jami’ fii Fiqhi an-Nisa’, Terj: Fiqih Wanita.
5.      Shaleh al-Fauzan, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, Terj: Fiqih Sehari-hari.
        (Penulis: Azhari)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron...Dah Baca...Add Your Comment Yaah...!!!!