TUJUAN PERNIKAHAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ilmiah
Fiqih Munakahat
Rabu, 17 Mei 2011, Dosen Pengampu :
Ust. Paryadi, S.Sos.I. M.S.I
OLEH :
Mustavidah MS. : 2008. 05. 65
Darnia :
2008. 05. 48
SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH HIDAYATULLAH BALIKPAPAN
JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYAH
2011 M / 1432 M
PENDAHULUAN
Islam adalah agama
yang fitrah, dan manusia diciptakan Allah ‘Azza wa jalla sesuai dengan
fitrah ini. Oleh karena itu, Allah ‘Azza wa jalla menyuruh manusia untuk
menghadapkan diri mereka ke agama fitrah agar tidak terjadi penyelewengan dan
penyimpangan sehingga manusia tetap berjalan di atas fitrahnya.
Pernikahan adalah
fitrah manusia. Oleh karena itu, Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah
karena nikah merupakan gharizah insaniyyah (naluri kemanusiaan). Apabila
gharizah (naluri) ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah, yaitu
pernikahan, maka ia akan mencari jalan-jalan syaitan yang menjerumuskan manusia
ke lembah hitam.
Allah SWT. Tidak
mau menjadikan manusia seperti makhluk lain, yang hidup bebas mengikuti
nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki tanpa
adanya aturan. Oleh karena itu, untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia,
Allah wujudkan hukum yang sesuai dengan martabatnya. Sehingga hubungan tersebut
diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhoi serta dihadiri oleh
para saksi yang menyaksikan bahwa kedua pasangan tersebut telah saling terikat.[1]
Peraturan pernikahan seperti inilah yang diridhoi Allah dan diabadikan Islam
untuk selamanya, sedangkan yang lainnya dibatalkan.
DEFINISI DAN TUJUAN PERNIKAHAN
Nikah adalah salah
satu asas pokok yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang
sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu jalan yang amat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu
jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan
perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikn pertolongan antara satu dengan
yang lainnya.[2]
1. Definisi Pernikahan
Pernikahan
berasal dari kata An-Nikaah yang menurut bahasa berarti adh-dhamm
(menghimpun) atau berkumpul[3]. Nikah dalam perkataan arab artinya al-wath’u
(bersenggama) dan al-‘aqdu (ucapan ikatan nikah).[4] Selain itu, ada juga yang mengartikannya
dengan percampuran.[5]
Adapun menurut istilah syari’at, Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata.”
Nikah menurut syari’at adalah akad perkawinan (‘aqdut tazwij), artinya
akad dengan ucapan atau ikatan yang menghalalkan setiap suami istri untuk
bersenang-senang dengan pasangannya itu. Ketika nikah diucapkan secara mutlaq,
maka kata itu bermakna demikian selagi tidak ada satupun dalil yang memalingkan
darinya.[6]
Secara adat, nikah dikenal dengan kata kawin, yang berarti penyatuan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah
ikatan kebahagiaan yang sah.[7]
Hal tersebutlah yang pada akhirnya juga akan menyebabkan bersatunya dua
keluarga besar.
Dari beberapa pengertian nikah tersebut diatas, maka dapat
disimpulkan bahwasanya pernikahan adalah suatu akad antara seorang pria dengan
seorang wanita. Pernikahan tersebut terjadi atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua
belah pihak, yang dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat
yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan pencampuran antara keduanya,
sehingga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu sebagai teman hidup
dalam rumah tangga.
2. Tujuan
Pernikahan
Tujuan
pernikahan pada umumnya bergantung pada masing-masing individu yang akan
melakukannya, karena lebih bersifat subjektif. Namun demikian, ada juga tujuan
umum yang memang diinginkan oleh semua orang yang akan melakukan pernikahan,
yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin menuju kebahagiaan
dan kesejahteraan dunia akhirat[8].
Adapun tujuan pernikahan secara rinci dapat dikemukakan sebagai
berikut :
1.
Untuk
Memenuhi Hak Biologis atau Kebutuhan Batin
Semua manusia baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai insting seks. Hanya kadar dan intensitasnya yang berbeda.
Allah
Ta’ala berfirman,
“Dijadikan terasa
indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan berupa
wanita-wanita…” (QS. Ali’
Imran: 14)
Maksud dari Allah menjadikan terasa indah dalam pandangan
manusia cinta terhadap apa yang diinginkan ialah dengan pengadaan dan
persiapan demi memperoleh manfaat dan menumbuhkan tabiat yang condong kepada
sesuatu tersebut.[9]
Maka
jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui
jenjang pernikahan). Adapun jika dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan,
seperti yang terjadi sekarang ini, dengan berpacaran, berzina, melacur dan lain
sebagainya tentu merupakan sebuah penyimpangan dan diharamkan oleh Islam.
Allah
Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat orang yang beriman,
Artinya :
“dan orang-orang yang memelihara kemaluannya,
kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka
sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barangsiapa mencari di balik itu
(zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-mukminuun (23) :5-7]
Karenanya
dengan pernikahan, seorang laki-laki dapat menyalurkan kebutuhan batinnya
kepada seorang perempuan dengan sah begitu pula sebaliknya.
2.
Untuk
Memperoleh Keturunan yang Shalih
Tujuan
lain dari pernikahan diantaranya adalah sebagai wasilah untuk
memperbanyak jumlah umat Islam dan untuk memakmurkan bumi. Oleh karena itu, Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menikahi wanita yang
subur peranakannya.[10]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“kawinilah
perempuan yang mencinta lagi yang bisa berketurunan banyak, karena sesungguhnya
aku bangga bersama kamu dihadapan Nabi-nabi pada hari kiamat nanti”.(H.R. Ahmad)
Dalam
pernikahan, yang menjadi hal terpenting bukanlah sekedar memperoleh anak,
tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari
anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Sebagai para mujahid di jalan Allah
dan para pembela agama-Nya. Dan tentunya keturunan yang shalih tidak akan
diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
3.
Memperoleh
Kebahagiaan dan Ketentraman
Dalam
hidup berkeluarga perlu adanya ketentraman, kebahagiaan, dan ketenangan lahir
batin. Dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera akan dapat mengantarkan pada ketenangan
ibadah.
Perhatikan
firman Allah SWT. Dalam surat Ar-Ruum : 21
“
dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”
(QS: Aruum : 21)
Ayat ini menunjukkan bahwa buah dari
perkawinan adalah timbulnya rasa kasih-sayang. Inilah perkawinan yang
dikehendaki oleh Allah Ta’ala, yakni untuk menumbuhkan kedamaian di bumi
ini, menumbuhkan kecintaan dan kebaikan. Sebab pertemuan kemanusiaan dengan
kemanusiaan sebagaimana pertemuan fikiran dengan fikiran itu akan bisa
membuahkan pengertian, dan pertemuan fikiran-fikiran akan menumbuhkan fikiran
baru yang menghubungkan nasab dengan nasab dengan asalnya yang terkenal,
sedangkan pertemuan sifat-sifat manusia adalah membuahkan apa yang disebutkan
dalam Al-Qur’anul Karim yang berupa “mawaddah warahmah” (kasih sayang)[11]
Jadi
seakan-akan bahwa benih ketentraman itu berada di dalam diri kedua belah pihak
(laki-laki dan perempuan) tapi ia tetap berada pada tempatnya tidak tumbuh dan
tidak berbuah kecuali setelah benih-benih tersebut bertemu lewat pernikahan.
Dengan pertemuan ini maka terwujudlah ketentraman yang disebutkan dalam QS.
Ar-Ruum ayat 21 tadi. Ketentraman itu kemudian dipelihara dan dipupuk dalam bingkai
rumah tangga , yang pada gilirannya membuahkan apa yang disebut “ mawaddah
warahmah”. Buah dari “mawaddah warahmah” inilah yang merupakan buah
kemanusiaan yang sebenarnya di bumi ini.
4.
Mengikuti
Sunnah Nabi dan Meningkatkan Ibadah Kepada Allah SWT.
Nabi
Muhammad SAW. menyuruh kepada ummatnya untuk menikah sebagaimana disebutkan
dalam hadits :
النكاح من سنتي فمن لم يعمل بسنتي فليس مني (رواه ابن ما جه)
“ Nikah
itu adalah sunnahku, maka barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnahku, dia
bukan umatku” ( H.R. Ibnu Majah)
Menurut
konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah ‘Azza
wa jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini,
rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di
samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan badan suami
istri pun termasuk ibadah (sedekah)
Menikah
adalah wujud kesempurnaan agama seseorang. Selain itu, merupakan jalan yang
mudah untuk menuai pahala dan ganjaran dari Allah Ta’ala tanpa ada
kesulitan dan kesusahan selain niat yang benar untuk mencari wajah Allah Ta’ala.
5.
Untuk
Membentengi Akhlak yang Luhur dan Untuk Menundukkan Pandangan
Sasaran
utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat
merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan
dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan
pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج,فإنه أغض للبصروأحصن
للفرج, ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإ نه له وجاء (رواه جماعة)
Artinya
:
“wahai
para pemuda ! barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi
farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum
(puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Jama’ah)
6.
Untuk
Menjadi Sarana Dalam Berdakwah
Nikah
dimaksudkan untuk dakwah dan memudahkan penyebaran agama, Islam membolehkan seorang
muslim menikah perempuan Kristiani, Katolik, atau Hindu. Akan tetapi melarang
perempuan muslimah menikah dengan pria Kristen, Katolik, atau Hindu. Hal ini
atas dasar pertimbangan karena pada umumnya pria itu lebih kuat pendiriannya
dibandingkan dengan wanita.[12]
Selain
itu, bagi para da’i yang belum menikah terkadang merasa sungkan untuk
menyampaikan masalah-masalah kewanitaan dalam dakwahnya. Maka, dengan adanya
status pernikahan akan memudahkan jalan mereka untuk lebih lugas dalam
berdakwah mengenai masalah apapun yang berkaitan dengan para muslimah.
Demikianlah maksud pernikahan yang sejati dalam
Islam. Singkatnya, untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan keturunan, juga
untuk kemaslahatan masyarakat.
KESIMPULAN
1. Pernikahan adalah suatu akad antara seorang pria dengan seorang
wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh
pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat yang telah ditetapkan syara’ untuk
menghalalkan pencampuran antara keduanya, sehingga satu sama lain saling
membutuhkan menjadi sekutu sebagai teman hidup dalam rumah tangga.
2. Tujuan
pernikahan diantaranya ialah :
Ø Untuk memenuhi hak biologis kebutuhan batin
Ø Untuk memperoleh keturunan yang shalih
Ø Memperoleh kebahagiaan dan ketentraman
Ø Mengikuti sunnah Nabi dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Ø Untuk membentengi akhlak yang luhur dan untuk menundukkan pandangan
Ø Untuk menjadi sarana dalam berdakwah
[2] Sulaiman
Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo, 2001). h. 374
[3] Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah, (Bogor : Pustaka At-Taqwa,
2009). h. 12
[4] Hartono Ahmad
Jaiz, Wanita antara Jodoh, Poligami, dan Perselingkuhan, (Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2007). h. 79
[5] Syaikh Kamil
Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007).
h. 375
[6]
Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Panduan Keluarga……, h. 12
[7] Hamzah
Samsuri, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya : Greisinda
Press, tt). h. 335
[8] Slamet Abidin,
Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999). h.12
[9]
Yazid bin Abdul
Qadir Jawas, Panduan Keluarga,……, h, 57
[11] Bahay
Al-Khauly, Islam dan Persoalan Wanita Modern, (Solo : CV Ramadhani,
1988). h. 49
[12]
Slamet Abidin,
Aminuddin, Fiqih Munakahat,……h, 18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron...Dah Baca...Add Your Comment Yaah...!!!!