!!!.....اَهْلاً وَ سَهْلاً

"Dan Janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu beriman. (Ali-'Imran:139)



Jumat, 06 April 2012

Makalah



TUJUAN PERNIKAHAN
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ilmiah Fiqih Munakahat
Rabu, 17 Mei 2011, Dosen Pengampu : Ust. Paryadi, S.Sos.I. M.S.I


OLEH :
Mustavidah MS. :  2008. 05. 65
Darnia                :  2008. 05. 48

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH HIDAYATULLAH BALIKPAPAN
JURUSAN AHWAL ASY-SYAKHSIYAH
2011 M / 1432 M







PENDAHULUAN
            Islam adalah agama yang fitrah, dan manusia diciptakan Allah ‘Azza wa jalla sesuai dengan fitrah ini. Oleh karena itu, Allah ‘Azza wa jalla menyuruh manusia untuk menghadapkan diri mereka ke agama fitrah agar tidak terjadi penyelewengan dan penyimpangan sehingga manusia tetap berjalan di atas fitrahnya.
            Pernikahan adalah fitrah manusia. Oleh karena itu, Islam menganjurkan ummatnya untuk menikah karena nikah merupakan gharizah insaniyyah (naluri kemanusiaan). Apabila gharizah (naluri) ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah, yaitu pernikahan, maka ia akan mencari jalan-jalan syaitan yang menjerumuskan manusia ke lembah hitam.
            Allah SWT. Tidak mau menjadikan manusia seperti makhluk lain, yang hidup bebas mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betinanya secara anarki tanpa adanya aturan. Oleh karena itu, untuk menjaga kehormatan dan kemuliaan manusia, Allah wujudkan hukum yang sesuai dengan martabatnya. Sehingga hubungan tersebut diatur secara terhormat dan berdasarkan saling meridhoi serta dihadiri oleh para saksi yang menyaksikan bahwa kedua pasangan tersebut telah saling terikat.[1] Peraturan pernikahan seperti inilah yang diridhoi Allah dan diabadikan Islam untuk selamanya, sedangkan yang lainnya dibatalkan.



[1] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2008, jilid 2). h. 477

DEFINISI DAN TUJUAN PERNIKAHAN
           Nikah adalah salah satu asas pokok yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna. Pernikahan itu bukan saja merupakan satu  jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan kaum lain, dan perkenalan itu akan menjadi jalan untuk menyampaikn pertolongan antara satu dengan yang lainnya.[2]
1.   Definisi Pernikahan
Pernikahan berasal dari kata An-Nikaah yang menurut bahasa berarti adh-dhamm (menghimpun)  atau berkumpul[3].  Nikah dalam perkataan arab artinya al-wath’u (bersenggama) dan al-‘aqdu (ucapan ikatan nikah).[4]  Selain itu, ada juga yang mengartikannya dengan percampuran.[5] Adapun menurut istilah syari’at, Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata.” Nikah menurut syari’at adalah akad perkawinan (‘aqdut tazwij), artinya akad dengan ucapan atau ikatan yang menghalalkan setiap suami istri untuk bersenang-senang dengan pasangannya itu. Ketika nikah diucapkan secara mutlaq, maka kata itu bermakna demikian selagi tidak ada satupun dalil yang memalingkan darinya.[6]
Secara adat, nikah dikenal dengan kata kawin, yang berarti penyatuan  antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah ikatan kebahagiaan yang sah.[7] Hal tersebutlah yang pada akhirnya juga akan menyebabkan bersatunya dua keluarga besar.
Dari beberapa pengertian nikah tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwasanya pernikahan adalah suatu akad antara seorang pria dengan seorang wanita. Pernikahan tersebut terjadi atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan pencampuran antara keduanya, sehingga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu sebagai teman hidup dalam rumah tangga.
2. Tujuan Pernikahan
Tujuan pernikahan pada umumnya bergantung pada masing-masing individu yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subjektif. Namun demikian, ada juga tujuan umum yang memang diinginkan oleh semua orang yang akan melakukan pernikahan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia akhirat[8].
Adapun tujuan pernikahan secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.      Untuk Memenuhi Hak Biologis atau Kebutuhan Batin
     Semua manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai insting seks. Hanya kadar dan intensitasnya yang berbeda.
Allah Ta’ala berfirman,
        “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan berupa wanita-wanita…” (QS. Ali’ Imran: 14)
Maksud dari Allah menjadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan ialah dengan pengadaan dan persiapan demi memperoleh manfaat dan menumbuhkan tabiat yang condong kepada sesuatu tersebut.[9]
Maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan). Adapun jika dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti yang terjadi sekarang ini, dengan berpacaran, berzina, melacur dan lain sebagainya tentu merupakan sebuah penyimpangan dan diharamkan oleh Islam.
Allah Ta’ala berfirman tentang sifat-sifat orang yang beriman, 
Artinya :
“dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi barangsiapa mencari di balik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” [QS. Al-mukminuun (23) :5-7]
Karenanya dengan pernikahan, seorang laki-laki dapat menyalurkan kebutuhan batinnya kepada seorang perempuan dengan sah begitu pula sebaliknya.
2.      Untuk Memperoleh Keturunan yang Shalih
Tujuan lain dari pernikahan diantaranya adalah sebagai wasilah untuk memperbanyak jumlah umat Islam dan untuk memakmurkan bumi. Oleh karena itu, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk menikahi wanita yang subur peranakannya.[10] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“kawinilah perempuan yang mencinta lagi yang bisa berketurunan banyak, karena sesungguhnya aku bangga bersama kamu dihadapan Nabi-nabi pada hari kiamat nanti”.(H.R. Ahmad)
Dalam pernikahan, yang menjadi hal terpenting bukanlah sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah. Sebagai para mujahid di jalan Allah dan para pembela agama-Nya. Dan tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
3.      Memperoleh Kebahagiaan dan Ketentraman
Dalam hidup berkeluarga perlu adanya ketentraman, kebahagiaan, dan ketenangan lahir batin. Dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera akan dapat mengantarkan pada ketenangan ibadah.
Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ar-Ruum : 21
“ dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS: Aruum : 21)
  Ayat ini menunjukkan bahwa buah dari perkawinan adalah timbulnya rasa kasih-sayang. Inilah perkawinan yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala, yakni untuk menumbuhkan kedamaian di bumi ini, menumbuhkan kecintaan dan kebaikan. Sebab pertemuan kemanusiaan dengan kemanusiaan sebagaimana pertemuan fikiran dengan fikiran itu akan bisa membuahkan pengertian, dan pertemuan fikiran-fikiran akan menumbuhkan fikiran baru yang menghubungkan nasab dengan nasab dengan asalnya yang terkenal, sedangkan pertemuan sifat-sifat manusia adalah membuahkan apa yang disebutkan dalam Al-Qur’anul Karim yang berupa “mawaddah warahmah” (kasih sayang)[11]
Jadi seakan-akan bahwa benih ketentraman itu berada di dalam diri kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan) tapi ia tetap berada pada tempatnya tidak tumbuh dan tidak berbuah kecuali setelah benih-benih tersebut bertemu lewat pernikahan. Dengan pertemuan ini maka terwujudlah ketentraman yang disebutkan dalam QS. Ar-Ruum ayat 21 tadi. Ketentraman itu kemudian dipelihara dan dipupuk dalam bingkai rumah tangga , yang pada gilirannya membuahkan apa yang disebut “ mawaddah warahmah”. Buah dari “mawaddah warahmah” inilah yang merupakan buah kemanusiaan yang sebenarnya di bumi ini.
4.            Mengikuti Sunnah Nabi dan Meningkatkan Ibadah Kepada Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW. menyuruh kepada ummatnya untuk menikah sebagaimana disebutkan dalam hadits :
النكاح من سنتي فمن لم يعمل بسنتي فليس مني (رواه ابن ما جه)
 “ Nikah itu adalah sunnahku, maka barangsiapa yang tidak mau mengikuti sunnahku, dia bukan umatku” ( H.R. Ibnu Majah)
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah ‘Azza wa jalla dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadahan dan amal shalih di samping ibadah dan amal-amal shalih yang lain, bahkan berhubungan badan suami istri pun termasuk ibadah (sedekah)
Menikah adalah wujud kesempurnaan agama seseorang. Selain itu, merupakan jalan yang mudah untuk menuai pahala dan ganjaran dari Allah Ta’ala tanpa ada kesulitan dan kesusahan selain niat yang benar untuk mencari wajah Allah Ta’ala.
5.            Untuk Membentengi Akhlak yang Luhur dan Untuk Menundukkan Pandangan
Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج,فإنه أغض للبصروأحصن للفرج, ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإ نه له وجاء (رواه جماعة)
Artinya :
“wahai para pemuda ! barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Jama’ah)
6.            Untuk Menjadi Sarana Dalam Berdakwah
Nikah dimaksudkan untuk dakwah dan memudahkan penyebaran agama, Islam membolehkan seorang muslim menikah perempuan Kristiani, Katolik, atau Hindu. Akan tetapi melarang perempuan muslimah menikah dengan pria Kristen, Katolik, atau Hindu. Hal ini atas dasar pertimbangan karena pada umumnya pria itu lebih kuat pendiriannya dibandingkan  dengan  wanita.[12]
Selain itu, bagi para da’i yang belum menikah terkadang merasa sungkan untuk menyampaikan masalah-masalah kewanitaan dalam dakwahnya. Maka, dengan adanya status pernikahan akan memudahkan jalan mereka untuk lebih lugas dalam berdakwah mengenai masalah apapun yang berkaitan dengan para muslimah.
 Demikianlah maksud pernikahan yang sejati dalam Islam. Singkatnya, untuk kemaslahatan dalam rumah tangga dan keturunan, juga untuk kemaslahatan masyarakat.

KESIMPULAN
1. Pernikahan adalah suatu akad antara seorang pria dengan seorang wanita atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut sifat dan syarat yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan pencampuran antara keduanya, sehingga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu sebagai teman hidup dalam rumah tangga.
2. Tujuan pernikahan diantaranya ialah :
Ø  Untuk memenuhi hak biologis kebutuhan batin
Ø  Untuk memperoleh keturunan yang shalih
Ø  Memperoleh kebahagiaan dan ketentraman
Ø  Mengikuti sunnah Nabi dan meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.
Ø  Untuk membentengi akhlak yang luhur dan untuk menundukkan pandangan
Ø  Untuk menjadi sarana dalam berdakwah







[2] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo, 2001). h. 374
[3] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah, (Bogor : Pustaka At-Taqwa, 2009). h. 12
[4] Hartono Ahmad Jaiz, Wanita antara Jodoh, Poligami, dan Perselingkuhan, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007). h. 79
[5] Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2007). h. 375
[6] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga……, h. 12
[7] Hamzah Samsuri, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya : Greisinda Press, tt). h. 335
[8] Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999). h.12
[9] Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga,……, h, 57

[10] Ibid, 71
[11] Bahay Al-Khauly, Islam dan Persoalan Wanita Modern, (Solo : CV Ramadhani, 1988). h. 49
[12] Slamet Abidin, Aminuddin, Fiqih Munakahat,……h, 18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron...Dah Baca...Add Your Comment Yaah...!!!!