1. Pengertian Keluarga Ideal
Keluarga yang
ideal senantiasa berlandaskan pada keharmonisan rumah tangga. Menurut ajaran
Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketentraman
jiwa), mawaddah (rasa cinta), rahmah (kasih sayang). [2]
Keharmonisan
adalah keadaan yang selaras, serasi, atau cocok.[3]
Keharmonisan adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang
ditandai dengan terpenuhinya hak dan kewajiban dalam rumah tangga, terjalinnya
hubungan kekeluargaan yang baik, ramah dan kasih sayang baik terhadap istri dan
anak[4]
dan berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan
keberadaan dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik,
mental, emosi dan sosial.[5]
2. Aspek-Aspek Keluarga Ideal
Keadilan dan
pergaulan yang baik antara suami dan isteri adalah landasan utama untuk
membentuk keluarga yang bahagia sejahtera. Untuk itu harus memperhatikan
beberapa aspek di bawah ini:
a.
Ilmu
agama dan keimanan keluarga, tiang penyangga utama rumah tangga adalah agama
dan moral. Rumah tangga hendaknya bersih dari segala bentuk kesyirikan dan
tradisi jahiliyah, serta semarak dengan aktifitas ibadah seperti shalat, puasa,
membaca al-Qur’an dan berdzikir sehingga rumah terlihat hidup dan sehat secara
jasmani dan rohani.[6]
b.
Mempunyai
waktu bersama keluarga, pasangan pernikahan yang lebih sering menikmati
kebersamaan dan berbagi perasaan yang positif akan lebih mampu serta terampil
dalam mengelola konflik yang terjadi, sekaligus memantapkan kebersamaan visi
tentang masa depan pernikahan mereka.[7]
c.
Mempunyai
komunikasi yang baik antara suami isteri atau anggota keluarga, komunikasi dan
dialog yang intensif serta sehat antara suami istri memang menjadi salah satu
kunci keharmonisan rumah tangga. Komunikasi dapat dijadikan sebagai seni untuk
memengaruhi oranglain, termasuk seni untuk membahagiakan pasangan.[8]
d.
Komitmen
bersama yang meliputi saling percaya, menghargai, berbagi, menerima, memaafkan,
bersikap terbuka, berfikir positif, intropeksi, sabar dan syukur.[9]
e.
Mengatasi
berbagai macam krisis yang mungkin terjadi dengan cara positif dan konstuktif,
dengan demikian maka akan menimbulkan kualitas dan kuantitas konflik yang
minim.
f.
Adanya
hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga. Apabila dalam suatu
keluarga tidak memiliki hubungan yang erat maka antar anggota keluarga tidak
ada lagi rasa saling memiliki dan rasa kebersamaan akan kurang.[10]
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keluarga Ideal.
Pernikahan berarti
memperoleh pendamping hidup, pelengkap sayap kita yang hanya sebelah. Tempat
untuk berbagi dan mencurahkan seluruh rasa. Kita hanyalah manusia biasa, yang
berusaha memadukan dua unsur menjadi sebuah kekuatan, yang dengannya kita
mengharapkan keridhaan dari Allah SWT., mengikuti sunnah Rasulullah saw, dan
meneguhkan langkah guna meraih keridhaan-Nya. Kunci terpenting yang harus
dimiliki oleh pasangan suami-istri adalah kesamaan tujuan pernikahan dan fungsi
pernikahan, juga mengoptimalkan amanah yang diemban oleh masing-masing.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya keluarga yang ideal, diantaranya
ialah:
a. Faktor Kesejahteraan jiwa
Rendahnya
frekuensi pertengkaran atau percekcokan di rumah, saling mengasihi dan saling
membutuhkan serta saling tolong menolong antar sesama anggota keluarga[11]
adalah tanda kesejahteraan jiwa pasangan suami istri.
Prinsip
yang diunggulkan bagi pasangan suami istri adalah jangan saling berbantahan.
Sebagai alternatif yang alami dari perbantahan, yaitu diskusi terbuka antara
pasangan suami istri. Jadi, mungkin sekali kedua belah pihak berdiskusi tentang
suatu permasalahan yang terjadi di antara mereka, tetapi perlu dijaga jangan
sampai meningkat ke tingkat pertengkaran.[12]
b. Faktor Kesehatan Fisik
Agama Islam sangat memperhatikan kesehatan
manusia dan memerintahkan mereka agar menjaga kebersihan dan menjauhi hal-hal
yang najis atau kotor, serta menganjurkan agar manusia berolahraga.[13]
Kerupawanan
tidak akan sempurna kecuali dibarengi dengan kesehatan tubuh. Orang yang sehat
tubuhnya akan menjadi rupawan, elok dan menawan, sementara orang yang
sakit-sakitan akan berkurang kerupawanannya. Ada penyakit-penyakit yang membuat
tubuh menjadi jelek, dan ada yang dapat melemahkan tubuh dan membuatnya tidak
bisa melaksanakan kewajiban suami-istri serta tidak akan pernah bisa berhasil
dan sukses.[14]
Dengan
demikian, nampaklah bahwa Islam sangat menganjurkan pengikutnya agar memiliki
tubuh yang prima serta sehat dan tidak sakit-sakitan. Hingga dia akan melangkah
menuju pernikahan dalam keadaan siap dan sehat, serta dengan berbekal anugerah
akal yang baik dan jiwa yang prima.
c. Faktor
Ekonomi
pernikahan
memang tidak cukup dengan hanya mengandalkan cinta. Dengan disyariatkannya
suami untuk memenuhi kebutuhan nafkah keluarga, jelas terlihat bahwa dalam
sebuah pernikahan juga diperlukan kemampuan ekonomi. Artinya, tak bisa
dipungkiri bahwa faktor ekonomi tak bisa dianggap remeh. Kita semua menyadari
bahwa hidup berumah tangga mengharuskan adanya pembiayaan.[15]
Dengan
demikian, maka anggaran belanja rumah tangga harus diatur dengan sebaik-baiknya.
Uang harus digunakan sebagai bagian kuat dari suatu mainan dalam hubungan suami
istri. Sebab, uang merupakan suatu tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung
jawab satu pihak, baik sedikit maupun banyak.[16]
4. Ciri-Ciri Keluarga Ideal
Sulitnya memberikan
batasan yang umum, tentang keluarga yang ideal, maka satu-satunya cara untuk
mengukur kebahagiaan keluarga adalah dengan menggunakan standar keidealan
keluarga yang telah ditetapkan oleh beberapa pakar atau ahli.[17]
Menurut para pakar mengenai permasalahan rumah tangga, maka keluarga
bahagia adalah keluarga yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.
adanya
ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketakwaan kepada Allah SWT.
b.
hubungan
yang harmonis antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam
keluarga dan masyarakat.
c.
Terjamin
kesehatan jasmani, rohani dan sosial.
d.
Cukup
sandang, pangan, papan.
[2] Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, Panduan Keluarga Sakinah, (Pustaka At-Taqwa, 2009),
h. 161
[3] Daryanto, Kamus
Bahasa Indonesia Modern, (Surabaya: Apollo, 1994), Cet, ke-3, h. 86
[4] Edi Suhartono,
Problematika Kehidupan Rumah tangga Masyarakat Nelayan Manggar Baru, (Balikpapan:
STIS Hidayatullah, 2007), h.7
[5] Perdamaian, Persepsi
Pegawai Pengadilan Agama Balikpapan Tentang Ketidak Idealan Sebagai Sebab
Perceraian, (Balikpapan: Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah, 2010), h. 11
[6] Abu Muhammad
Izuddin Al-Qossam, Bahtera Cinta Menuju Keluarga Sakinah, (Bengkulu:
Rawi Pustaka, 2011), h. 21
[7] Deny Riana, Refresh
Your Family, (Bandung: MQ Publishing, 2007), h. 51
[9] Ibid, h.
74-80
[10] Perdamaian, Persepsi
Pegawai Pengadilan Agama….., h. 15
[11] Ibid, h.
16
[12] Makmun
Mubayidh, Saling Memahami dalam Bahtera Rumah Tangga, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2003), cet. Ke-2, h. 318-319
[13] Muhammad
Washfi, Al-Rajulu Wal Mar’atu Fil Islam, terj. Humaidi Syuhud, Ahmadi
Andianto, Mencapai Keluarga Barokah, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2005),
h. 152
[14] Ibid, h.
404
[15] Deny Riana, Refresh
Your Family …., h.78
[16] Butsainah
As-Sayyid Al-Iraqi, Asrar Az-Zawaj As-Sa’id, terj. Muflih Kamil, Rahasia
Pernikahan Bahagia, (Bogor: Griya Ilmu, 2006), h. 148
[17] Perdamaian, Persepsi
Pegawai Pengadilan Agama….., h. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron...Dah Baca...Add Your Comment Yaah...!!!!