A. Pengertian Hadits Maudhu
الحديث secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang baru, selain itu
hadits pun berarti الخبر , berita. Yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang yang lain. Sedangkan موضع merupakan
derivasi dari kata وضع – يضع – وضعا yang
secara bahasa berarti menyimpan, mengada-ngada atau membuat-buat.
Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا
ممّا لم يقله أويقره
Apa-apa yang disandarkan kepada
Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan
memperbuatnya.
Dr.
Mahmud Thahan didalam kitabnya mengatakan,
اذا كان سبب الطعن فى الروى هو الكذ ب على رسول الله فحد يثه
يسمى الموضع
Apabila sebab keadaan cacatnya rowi
dia berdusta terhadap Rasulullah, maka haditsnya dinamakan maudhu’. (
Taysiru Musthalahu Alhadits:89)
Dan
pengertiannya secara istilah beliau mengatakan
هو الكذب المختلق المنصوع المنسوب الى رسول الله صلى الله عليه
والسلام
Hadits yang dibuat oleh seorang
pendusta yang dibangsakan kepada Rasulullah
( Taysiru Musthalahu Alhadits:89)
B. Sejarah Perkembangan Hadits Palsu
B. Sejarah Perkembangan Hadits Palsu
Para
ahli berbeda pendapat dalam menentukan kapan mulai terjadinya pemalsuan hadits.
Namun, menurut jumhur muhadditsin, bahwa hadits telah mengalami pemalsuan sejak
terbunuhnya kholifah Utsman Bin Affan dan tampilnya Ali Bin Abi Thalib sertta
Muawiyah bin Abu Sufyan yang masing-masing ingin memegang jabatan sebagai
kholifah. Maka ummat Islam terpecah belah menjadi 3 golongan, yaitu syi’ah,
Mu’awiyah
dan khawarij. Sebelum terjadi pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan
Muawiyah bin Abu Sufyan, hadits masih bisa dikatakan selamat dari pemalsuan.
C.
Faktor-faktor penyebab Munculnya Hadits Palsu
Ada banyak hal yang mendorong
seseorang untuk membuat hadits palsu (maudhu’), yaitu diantaranya:
- Mempertahankan ideologi partai (golongan)nya sendiri dan menyerang golongan yang lain. Pertentangan politik kekhilafahan yang timbul sejak akhir kekhalifahan Usman bin Affan dan awal kekhalifahan Ali bin Abi Thalib bisa dikatakan sebagai sebab munculnya golongan-golongan yang saling menyerang dengan pembuatan hadits-hadits palsu. Misal munculnya Syiah, kemudian Khawarij. Golongan Syiah yang paling banyak menciptakan hadits palsu ialah Syiah Rafidhah. Kaum Syafi’i mengatakan “saya tidak melihat suatu kaum yang lebih berani berdusta selain kaum Rafidhah”.
Mereka membuat hadits-hadits palsu
tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Bait, bahkan mereka pun
menciptakan hadits tentang keutamaan Fatimah. Misalkan hadits yang mereka buat
sebagai berikut:
لما اسرى النبي اتاه جبريل بسفرجلة من
الجنة قاكلها فعلقت السيدة خديجة بقاطمة فكان اذاشتاق الى رائحة الجنة شم فاطمة
“Ketika Nabi diisra’kan, Jibril datang memberikan buah
Safarjalah dari surga. Kemudian sayyidah Khodijah menghubungkan buah tersebut
dengan Fatimah. Karena itu apabila Rasulullah rindu akan bau-bauan surga,
beliau lalu mencium Fatimah”
Kepalsuan hadits ini sangat jelas
sekali, sebab Khodijah telah meninggal sebelum peristiwa Isra. Disamping mereka
membuat hadits-hadits palsu untuk memuji golongan mereka sendiri, mereka pun
membuat hadits-hadits untuk menyerang golongan yang lain. Misalkan mereka
membuat hadits untuk menjelek-jelekan Muawiyah sebagai berikut:
ااذا
رايتم معاوية على منبرى فاقتله
“Apabila kamu melihat Muawiyah
berada diatas mimbarku, maka bunuhlah dia”
b. Untuk merusak dan mengeruhkan
agama Islam. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Zindiq, mereka
membenci melihat kepesatan tersiarnya agama Islam dan kejayaan pemerintahannya.
Mereka merasa sakit hati melihat orang-orang berbondong-bondong masuk Islam.
Dengan maksud untuk merusak dan mengeruhkan agama Islam mereka membuat
beribu-ribu hadits palsu dalam bidang aqidah, akhlaq, pengobatan dan hokum
tentang halal dan haram. Diantara hadits palsu yang mereka ciptakan ialah:
“Tuhan kami turun dari langit pada
sore hari di Arafah, dengan berkendaraan unta kelabu, sambil berjabatan tangan
dengan orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang berjalan”.
c. Fanatik kebangsaan, kesukuan,
kedaerahan, kebahasaan, dan kultus terhadap Imam mereka. Mereka yang
ta’asub (fanatik) kepada bangsa dan bahasa parsi menciptakan hadits maudhu
sebagai berikut:
ان الله اذا غضب انزل الوحي بالعربية
واذا رضى انزل الوحي بالفارسية
“Sesungguhnya Allah apabila marah,
maka Dia menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila reda maka Dia
menurunkan wahyu dalam bahasa Parsi”
Kemudian golongan yang tersinggung
membalas dengan membuat hadits yang palsu pula, “Sesungguhnya Allah itu apabila
marah menurunkan wahyu dalam bahasa Parsi dan apabila reda maka menurunkan
wahyu dalam bahasa Arab. Dan diantara contoh hadits-hadits palsu yang bermotiv
karena kultus terhadap imam diantaranya:
سيكون
رجل في امتي يقال ابو حنيفة النعمان هو نوراامتي
“Nanti akan lahir seorang laki-laki
pada umatku bernama Abu Hanifah an-Nu’man, sebagai pelita umatku”
Ada juga golongan Syafi’iyah yang
sempit pandangannya dan melibatkan diri untuk membuat hadits palsu untuk
melawan pengikut-pengikut Abu Hanifah:
“Akan lahir seorang laki-laki pada
umatku yang bernama Muhamad bin Idris, yang paling menggetarkan umatku daripada
iblis”
d. Membuat kisah-kisah dan
nasihat-nasihat untuk menarik minat para pendengarnya.
Kisah
dan nasihat itu mereka nisbatkan kepada nabi, misalkan kisah-kisah yang
menggembirakan tentang surga:
“Didalam surga itu terdapat
bidadari-bidadari yang berbau harum semerbak, masa tuanya berjuta-juta tahun
dan Allah menempatkan mereka disuatu istana yang terbuat dari mutiara putih.
Pada istana itu terdapat tujuh puluh ribu paviliun yang setiap paviliun terdapat
tujuh puluh ribu kubah. Yang demikian itu tetap berjalan selama tujuh puluh
ribu tahun tanpa bergeser sedikitpun”
e. Mempertahankan madzhab dalam masalah
khilafiyah fiqhiyah dan kalamiyah.
Mereka yang menganggap tidak sah
shalat dengan mengangkat tangan dikala shalat, membuat hadits palsu:
من رفع يديه في الصلاة قلا صلاة له
“Barangsiapa yang mengangkat
kedua tangannya dalam shalat maka tidaklah sah shalatnya”
Dan masih banyak lagi motiv-motiv
seseorang membuat hadits palsu, diantaranya dengan motiv untuk mencari muka
dihadapan penguasa untuk mencarikedudukan atau mencari hadiah, dan karena kejahilan
seseorang di dalam ilmu agama disertai denagn adanya kemauan keras untuk
berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.
D. Kriteria Hadits Palsu
1.
Pengakuan
dari sipembuat sendiri, seperti pengakuan salah seorang guru tasawuf ketika
ditanya oleh Ibnu Ismail tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an, serentak ia
menjawab: “Tidak seorangpun yang meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi
serentak kami melihat manusia-manusia sama benci terhadap Al-Qur’an, kami
ciptakan hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an) agar mereka menaruh
perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.
2.
Qorinah-qorinah
yang memperkuat adanya pengakuan membuat hadits palsu (maudhu). Misalnya
seorang rowi mengaku menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah
bertemu dengan guru tersebut. Atau menerima dari seorang guru yang sudah
meninggal dunia sebelum ia dilahirkan.
3. Hadits maudhu adalah hadits yang paling banyak tidak
memiliki sanad.
4.
Susunan
itu baik lafadz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya
disabdakan oleh Nabi SAW. Seperti hadits :
لا تسبوا
الديك فإنه صديقي
Artinya: “Janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman
karibku”
5. Isi / maksud Hadits
tersebut bertentangan dengan akal. Seperti Hadits:
الباذنجان
شفاء من كل داء
Artinya: “Buah
terong itu menyembuhkan segala macam penyakit”
6. Isi / maksud itu
bertentangan dengan nash al-Qur’an dan atau Hadits mutawatir, seperti Hadits:
لا يدخل ولد الزنا الجنة
Artinya: “Anak
zina itu tak akan masuk surga”
Hadits tersebut
bertentangan dengan firman Allah SWT :
وَلا
تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
Artinya: “Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS : Fathir
:18)
-
Cara Mendeteksi Hadits Palsu
Ada beberapa cara untuk mengetahui Hadits palsu antara lain:
a. Pengamalannya ditolak
b. Bertentangan dengan al-Qur’an
c. Pengakuan Pemalsu
a. Pengamalannya ditolak
b. Bertentangan dengan al-Qur’an
c. Pengakuan Pemalsu
Para pemalsu Hadits terkadang mengakui sendiri bahwa mereka membuat
Hadits palsu. Seperti pengakuan Abu Ishmah Muh Bin Abu Maryam al-Wamawazi, ia
mengakui membuat Hadits palsu yang berkaitan dengan fadhillah (keutamaan)
membaca surat-surat Al-Qur’an.
d.
Semi Pengakuan
pemalsu Hadits
terkadang tidak mengakui bahwa ia memalsukan Hadits. Namun ketika ditanya kapan
ia lahir dan kapan gurunya wafat. Ia memberikan jawaban yang tidak tepat.
E. Dampak Penyebaran Hadits Palsu
Hadits palsu yang banyak beredar di tengah masyarakat kita memberi
dampak dan sangat buruk bagi masyarkat Islam di antaranya :
a. Munculnya keyakinan-keyakinan yang sesat
b. Munculnya
Ibadah-ibadah yang bid’ah
c. Matinya
sunnah
F. Usaha-Usaha
Para ‘Ulama Dalam Memberantas Pemalsuan Hadits
1. Berpegang
pada sanad. Karena berpegangan pada sanad, seorang perawi dapat
mengetahui atau mengecek kembali apakah perawi sebelumnya itu termasuk tsiqah
atau tidak. Jika perawinya adalah termasuk ahlul bathil dan ahlul bid’ah atau
yang dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya. Maka riwayatannya akan
ditinggalkan. Sebaliknya perawi Hadits hanya akan menerima Hadits-Hadits yang
perawinya tsiqah dan terpercaya.
2. Ketelitian
dalam meriwayatkan Hadits. Disamping sanad, para ulama mulai zaman
tabi’in hingga zaman setelah mereka, sangat teliti dan hati-hati dalam
meriwayatkan Hadits. Hingga dari ketelitian tersebut dapat diketahui suatu
Hadits maqbul atau mardud. Kemudian jika dipilah-pilah antara metode yang satu
dan yang lainnya. Sehingga keotentikan Hadits tetap terpelihara hingga kini.
3. memerangi
para pendusta dan tukang cerita. Para ulama Hadits juga memerangi para
pendusta Hadits dan juga para tukang cerita yang dikenal gemar memalsukan
Hadits dengan cara menjelaskan dan mewanti-wanti mereka agar jangan mendekati
dan mendengarkan mereka. Ulama Hadits juga menerangkan Hadits-Hadits maudhu’
tersebut kepada para murid-muridnya dan mengingatkan mereka untuk tidak
meriwayatkan Hadits-Hadits palsu tersebut. Diantara para ulama yang dikenal
sangat “keras” terhadap pemalsu Hadits adalah Imam Syu’bah bin Al-Hajjaj (W.
160 H), Amir al-Sya’bi (W. 103. H), Sufyan al-Tsauri (W. 161 H), Abdurrahman
bin Mahdi (W.198.H)
4. Menjelaskan
“Status” Perawi Hadits. Terkadang perawi Hadits harus menjelaskan mengenai keadaan perawi
Hadits yang diriwayatkannya. Sejarah hidupnya, guru-gurunya, murid-muridnya,
perjalanannya dalam menuntut Hadits dan lain sebagainya. Sehingga dari sini
setiap perawi Hadits dapat diketahui “statusnya”, apakah ia yang diterima
sebagai perawi ini akhirnya memunculkan
ilmu baru dalam Hadits, yaitu ilmu jarh wa ta’dil dan ilmu ruwatul Hadits. Dari
ilmu ini seseorang yang belajar Hadits akan dapat menjumpai mana Hadits yang
shahih, hasan atau dhaif pun dapat diklasifikasikan apakah karena keterputusan
sanad atau karena sebab lainnya. Sehingga Hadits tetap terjaga hingga sekarang
ini.
5. Membuat
kaidah-kaidah untuk mengetahui hadits palsu. Untuk memberantas
Hadits-Hadits palsu, para ulama membuat ketentuntuan mengenai tanda-tanda
(ciri-ciri) Hadits Maudhu’. Baik ciri-ciri yang terdapat pada sanad maupun pada
matannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Syukron...Dah Baca...Add Your Comment Yaah...!!!!