!!!.....اَهْلاً وَ سَهْلاً

"Dan Janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu beriman. (Ali-'Imran:139)



Jumat, 25 Mei 2012

Hadits Maudhu'

A. Pengertian Hadits Maudhu

           الحديث  secara bahasa berarti الجديد, yaitu sesuatu yang baru, selain itu hadits pun berarti الخبر , berita. Yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan  dari seseorang kepada orang yang lain. Sedangkan موضع  merupakan derivasi dari kata  وضع – يضع – وضعا  yang secara bahasa berarti menyimpan, mengada-ngada atau membuat-buat.
            Adapun pengertian hadits maudhu’ (hadits palsu) secara istilah ialah:
ما نسب الى رسول الله صلى الله عليه و السلام إختلافا و كذبا ممّا لم يقله أويقره
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah secara dibuat-buat dan dusta, padahal beliau tidak mengatakan dan memperbuatnya.
Dr. Mahmud Thahan didalam kitabnya mengatakan,
اذا كان سبب الطعن فى الروى هو الكذ ب على رسول الله فحد يثه يسمى الموضع
Apabila sebab keadaan cacatnya rowi dia berdusta terhadap Rasulullah, maka haditsnya dinamakan maudhu’. ( Taysiru Musthalahu Alhadits:89)
Dan pengertiannya secara istilah beliau mengatakan
هو الكذب المختلق المنصوع المنسوب الى رسول الله صلى الله عليه والسلام
Hadits yang dibuat oleh seorang pendusta yang dibangsakan kepada Rasulullah  
( Taysiru Musthalahu Alhadits:89)
B. Sejarah Perkembangan Hadits Palsu
      Para ahli berbeda pendapat dalam menentukan kapan mulai terjadinya pemalsuan hadits. Namun, menurut jumhur muhadditsin, bahwa hadits telah mengalami pemalsuan sejak terbunuhnya kholifah Utsman Bin Affan dan tampilnya Ali Bin Abi Thalib sertta Muawiyah bin Abu Sufyan yang masing-masing ingin memegang jabatan sebagai kholifah. Maka ummat Islam terpecah belah menjadi 3 golongan, yaitu syi’ah,
Mu’awiyah dan khawarij. Sebelum terjadi pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin Abu Sufyan, hadits masih bisa dikatakan selamat dari pemalsuan.
C. Faktor-faktor penyebab Munculnya Hadits Palsu
Ada banyak hal yang mendorong seseorang untuk membuat hadits palsu (maudhu’), yaitu diantaranya:
  1. Mempertahankan ideologi partai (golongan)nya sendiri dan menyerang golongan yang lain. Pertentangan politik kekhilafahan yang timbul sejak akhir kekhalifahan Usman bin Affan dan awal kekhalifahan Ali bin Abi Thalib bisa dikatakan sebagai sebab munculnya golongan-golongan yang saling menyerang dengan pembuatan hadits-hadits palsu. Misal munculnya Syiah, kemudian Khawarij. Golongan Syiah yang paling banyak menciptakan hadits palsu ialah Syiah Rafidhah. Kaum Syafi’i mengatakan “saya tidak melihat suatu kaum yang lebih berani berdusta selain kaum Rafidhah”.
Mereka membuat hadits-hadits palsu tentang keutamaan Ali bin Abi Thalib dan Ahlul Bait, bahkan mereka pun menciptakan hadits tentang keutamaan Fatimah. Misalkan hadits yang mereka buat sebagai berikut:
                   لما اسرى النبي اتاه جبريل بسفرجلة من الجنة قاكلها فعلقت السيدة خديجة بقاطمة فكان اذاشتاق الى  رائحة الجنة شم فاطمة                                                                                  
“Ketika Nabi diisra’kan, Jibril datang memberikan buah Safarjalah dari surga. Kemudian sayyidah Khodijah menghubungkan buah tersebut dengan Fatimah. Karena itu apabila Rasulullah rindu akan bau-bauan surga, beliau lalu mencium Fatimah”
Kepalsuan hadits ini sangat jelas sekali, sebab Khodijah telah meninggal sebelum peristiwa Isra. Disamping mereka membuat hadits-hadits palsu untuk memuji golongan mereka sendiri, mereka pun membuat hadits-hadits untuk menyerang golongan yang lain. Misalkan mereka membuat hadits untuk menjelek-jelekan Muawiyah sebagai berikut:
                ااذا رايتم معاوية على منبرى فاقتله                                                        
“Apabila kamu melihat Muawiyah berada diatas mimbarku, maka bunuhlah dia”
     b. Untuk merusak dan mengeruhkan agama Islam. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Zindiq, mereka membenci melihat kepesatan tersiarnya agama Islam dan kejayaan pemerintahannya. Mereka merasa sakit hati melihat orang-orang berbondong-bondong masuk Islam. Dengan maksud untuk merusak dan mengeruhkan agama Islam mereka membuat beribu-ribu hadits palsu dalam bidang aqidah, akhlaq, pengobatan dan hokum tentang halal dan haram. Diantara hadits palsu yang mereka ciptakan ialah:
“Tuhan kami turun dari langit pada sore hari di Arafah, dengan berkendaraan unta kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan memeluk orang-orang yang berjalan”.
   c. Fanatik kebangsaan, kesukuan, kedaerahan, kebahasaan, dan kultus terhadap Imam mereka. Mereka yang ta’asub (fanatik) kepada bangsa dan bahasa parsi menciptakan hadits maudhu sebagai berikut:
                 ان الله اذا غضب انزل الوحي بالعربية واذا رضى انزل الوحي بالفارسية                       
“Sesungguhnya Allah apabila marah, maka Dia menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan apabila reda maka Dia menurunkan wahyu dalam bahasa Parsi”

Kemudian golongan yang tersinggung membalas dengan membuat hadits yang palsu pula, “Sesungguhnya Allah itu apabila marah menurunkan wahyu dalam bahasa Parsi dan apabila reda maka menurunkan wahyu dalam bahasa Arab. Dan diantara contoh hadits-hadits palsu yang bermotiv karena kultus terhadap imam diantaranya:
                سيكون رجل في امتي يقال ابو حنيفة النعمان هو نوراامتي                                              
“Nanti akan lahir seorang laki-laki pada umatku bernama Abu Hanifah an-Nu’man, sebagai pelita umatku”
Ada juga golongan Syafi’iyah yang sempit pandangannya dan melibatkan diri untuk membuat hadits palsu untuk melawan pengikut-pengikut Abu Hanifah:
“Akan lahir seorang laki-laki pada umatku yang bernama Muhamad bin Idris, yang paling menggetarkan umatku daripada iblis”
         d. Membuat kisah-kisah dan nasihat-nasihat untuk menarik minat para pendengarnya.
Kisah dan nasihat itu mereka nisbatkan kepada nabi, misalkan kisah-kisah yang menggembirakan tentang surga:
“Didalam surga itu terdapat bidadari-bidadari yang berbau harum semerbak, masa tuanya berjuta-juta tahun dan Allah menempatkan mereka disuatu istana yang terbuat dari mutiara putih. Pada istana itu terdapat tujuh puluh ribu paviliun yang setiap paviliun terdapat tujuh puluh ribu kubah. Yang demikian itu tetap berjalan selama tujuh puluh ribu tahun tanpa bergeser sedikitpun”

 e.  Mempertahankan madzhab dalam masalah khilafiyah fiqhiyah dan kalamiyah.
Mereka yang menganggap tidak sah shalat dengan mengangkat tangan dikala shalat, membuat hadits palsu:
              من رفع يديه في الصلاة قلا صلاة له                                                          
Barangsiapa yang mengangkat kedua tangannya dalam shalat maka tidaklah sah shalatnya”

Dan masih banyak lagi motiv-motiv seseorang membuat hadits palsu, diantaranya dengan motiv untuk mencari muka dihadapan penguasa untuk mencarikedudukan atau mencari hadiah, dan karena kejahilan seseorang di dalam ilmu agama disertai denagn adanya kemauan keras untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya.

D. Kriteria Hadits Palsu
1.      Pengakuan dari sipembuat sendiri, seperti pengakuan salah seorang guru tasawuf ketika ditanya oleh Ibnu Ismail tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an, serentak ia menjawab: “Tidak seorangpun yang meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi serentak kami melihat manusia-manusia sama benci terhadap Al-Qur’an, kami ciptakan hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al-Qur’an) agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Qur’an.
2.      Qorinah-qorinah yang memperkuat adanya pengakuan membuat hadits palsu (maudhu). Misalnya seorang rowi mengaku menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut. Atau menerima dari seorang guru yang sudah meninggal dunia sebelum ia dilahirkan.
3.      Hadits maudhu adalah hadits yang paling banyak tidak memiliki sanad.
4.      Susunan itu baik lafadz maupun maknanya janggal, sehingga tidak pantas rasanya disabdakan oleh Nabi SAW. Seperti hadits :
لا تسبوا الديك فإنه صديقي                                    
Artinya: “Janganlah engkau memaki ayam jantan, karena dia teman karibku”
     5.        Isi / maksud Hadits tersebut bertentangan dengan akal. Seperti Hadits:
الباذنجان شفاء من كل داء                                              
Artinya: “Buah terong itu menyembuhkan segala macam penyakit”
6.      Isi / maksud itu bertentangan dengan nash al-Qur’an dan atau Hadits mutawatir, seperti Hadits:                               
لا يدخل ولد الزنا الجنة
                     Artinya: “Anak zina itu tak akan masuk surga”
         Hadits tersebut bertentangan dengan firman Allah SWT :
وَلا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
            Artinya:  “Orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS : Fathir :18)

-          Cara Mendeteksi Hadits Palsu
Ada beberapa cara untuk mengetahui Hadits palsu antara lain:
a. Pengamalannya ditolak
b. Bertentangan dengan al-Qur’an
c. Pengakuan Pemalsu
Para pemalsu Hadits terkadang mengakui sendiri bahwa mereka membuat Hadits palsu. Seperti pengakuan Abu Ishmah Muh Bin Abu Maryam al-Wamawazi, ia mengakui membuat Hadits palsu yang berkaitan dengan fadhillah (keutamaan) membaca surat-surat Al-Qur’an.
                       d.   Semi Pengakuan
pemalsu Hadits terkadang tidak mengakui bahwa ia memalsukan Hadits. Namun ketika ditanya kapan ia lahir dan kapan gurunya wafat. Ia memberikan jawaban yang tidak tepat.

E. Dampak Penyebaran Hadits Palsu
            Hadits palsu yang banyak beredar di tengah masyarakat kita memberi dampak dan sangat buruk bagi masyarkat Islam di antaranya : 
a. Munculnya keyakinan-keyakinan yang sesat
b. Munculnya Ibadah-ibadah yang bid’ah
c. Matinya sunnah

F. Usaha-Usaha Para ‘Ulama Dalam Memberantas Pemalsuan Hadits
1. Berpegang pada sanad. Karena berpegangan pada sanad, seorang perawi dapat mengetahui atau mengecek kembali apakah perawi sebelumnya itu termasuk tsiqah atau tidak. Jika perawinya adalah termasuk ahlul bathil dan ahlul bid’ah atau yang dikenal sebagai orang yang tidak dapat dipercaya. Maka riwayatannya akan ditinggalkan. Sebaliknya perawi Hadits hanya akan menerima Hadits-Hadits yang perawinya tsiqah dan terpercaya.
2. Ketelitian dalam meriwayatkan Hadits. Disamping sanad, para ulama mulai zaman tabi’in hingga zaman setelah mereka, sangat teliti dan hati-hati dalam meriwayatkan Hadits. Hingga dari ketelitian tersebut dapat diketahui suatu Hadits maqbul atau mardud. Kemudian jika dipilah-pilah antara metode yang satu dan yang lainnya. Sehingga keotentikan Hadits tetap terpelihara hingga kini.
3. memerangi para pendusta dan tukang cerita. Para ulama Hadits juga memerangi para pendusta Hadits dan juga para tukang cerita yang dikenal gemar memalsukan Hadits dengan cara menjelaskan dan mewanti-wanti mereka agar jangan mendekati dan mendengarkan mereka. Ulama Hadits juga menerangkan Hadits-Hadits maudhu’ tersebut kepada para murid-muridnya dan mengingatkan mereka untuk tidak meriwayatkan Hadits-Hadits palsu tersebut. Diantara para ulama yang dikenal sangat “keras” terhadap pemalsu Hadits adalah Imam Syu’bah bin Al-Hajjaj (W. 160 H), Amir al-Sya’bi (W. 103. H), Sufyan al-Tsauri (W. 161 H), Abdurrahman bin Mahdi (W.198.H)
4. Menjelaskan “Status” Perawi Hadits. Terkadang perawi Hadits harus menjelaskan mengenai keadaan perawi Hadits yang diriwayatkannya. Sejarah hidupnya, guru-gurunya, murid-muridnya, perjalanannya dalam menuntut Hadits dan lain sebagainya. Sehingga dari sini setiap perawi Hadits dapat diketahui “statusnya”, apakah ia yang diterima sebagai perawi ini  akhirnya memunculkan ilmu baru dalam Hadits, yaitu ilmu jarh wa ta’dil dan ilmu ruwatul Hadits. Dari ilmu ini seseorang yang belajar Hadits akan dapat menjumpai mana Hadits yang shahih, hasan atau dhaif pun dapat diklasifikasikan apakah karena keterputusan sanad atau karena sebab lainnya. Sehingga Hadits tetap terjaga hingga sekarang ini.
5. Membuat kaidah-kaidah untuk mengetahui hadits palsu. Untuk memberantas Hadits-Hadits palsu, para ulama membuat ketentuntuan mengenai tanda-tanda (ciri-ciri) Hadits Maudhu’. Baik ciri-ciri yang terdapat pada sanad maupun pada matannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukron...Dah Baca...Add Your Comment Yaah...!!!!