Salah satu kualifikasi pembahasan al-ahwal al-syakhshiyah dalam
kuliah syariah adalah pembahasan tentang talak. Pembahasan ini menarik untuk
senantiasa dikaji dalam sebuah diskursus kekinian. Membahasnya dalam konteks
idealitas ajaran normatif Islam, maupun dalam realitas lapangan dengan dinamika
interaksi sosial masyarakat, yang kerap memicu timbulnya kesenjangan. Semua ini tertuju pada penemuan sebuah
pemecahan masalah atau solusi dari hal tersebut, di samping sebagai tambahan pengetahuan
dan wawasan tentang hukum Islam.
A.
Dasar Hukum Pensyariatan
Talak dan Pengertiannya
1.
Dasar hukumnya
Talak
disyariatkan dengan dalil-dalil yang bersumber dari al-Qur’an, as-Sunnah, dan
ijma’ (kesepakatan) ulama. Dalil tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Dalil al-Qur’an
1)
QS. al-Baqarah: 229
“Talak (yang
dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik”.
2)
QS. at-Thalaq: 1
“Hai Nabi,
apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).”
b.
Dalil Sunnah
Nabi SAW.
Bersabda:
انما الطلاق لمن أخذ بالساق
“Sesungguhnya talak itu bagi orang yang
mempunyai kekuatan (yaitu suami).” (HR.
Ad-Daruqutni dan yang lain)
c.
Ijma’, para ulama telah sepakat tentang disyariatkannya talak,
bahkan tak ada satu ulama pun yang menentangnya.
2.
Pengertiannya
Talak
menurut bahasa adalah “at-takhliyatu” yang artinya pelepasan atau
memutuskan ikatan. Jika seseorang berkata, “Thalaqtu an-naqata” maka
berarti saya melepaskan unta itu.
Menurut
istilah, talak adalah melepas ikatan nikah atau sebagian dari akad itu atau
terurainya ikatan nikah dengan perkataan yang jelas, misalnya seorang suami
berkata kepada istrinya, “Engkau aku ceraikan” atau dengan bahasa
sindiran, misalnya suami berkata, “Pergilah kepada kelurgamu.”
B.
Hukum Talak
Hukum talak dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan
situasinya. Ia dapat menjadi mubah, makruh, sunnah, wajib, atau haram. Adapun
kelima hukum tentang talak tersebut dapat terjadi pada keadaan berikut ini:
1.
Mubah, jika suami membutuhkan hal itu, dikarenakan buruknya
akhlak sang istri yang hal tersebut bisa
membawa bahaya bagi kelurga yang sedang dibinanya.
2.
Makruh, jika kondisi suami-istri tersebut dalam keadaan stabil dan
tidak ada perubahan yang menghawatirkan. Bahkan sebagian ulama mengatakan talak
diharamkan dalam kondisi seperti ini.
3.
Sunnah, hal ini terjadi demi mempertahankan pernikahan tersebut
dari sesuatu yang bisa membahayakan hubungan suami dan istri. Seperti saat
terjadinya perselisihan dan perpecahan di antara mereka, lebih lagi jika sang
istri membenci kepada suami.
4.
Wajib, jika istri tidak istiqamah dalam melaksanakan perintah
agama. Misalnya, istri sering
meninggalkan shalat dan menunda-nunda waktu shalatnya, sedangkan ia
tidak bisa lagi menerima nasihat dan tidak mampu lagi menjaga kehormatannya.
5.
Haram, jika menjatuhkan talak pada istrinya yang sedang haid atau
hamil atau dalam keadaan ia suci tapi belum pasti kalau ia tidak hamil.
C.
Rukun Talak
Talak mempunyai tiga rukun, yaitu:
1.
Suami yang mukallaf. Jadi selain suami tidak boleh menjatuhkan
talak, begitu juga jika suami tidak berakal, tidak baligh, tidak sukarela dalam
arti dipaksa, maka talak olehnya tidak sah.
2.
Istri yang diikat dengan ikatan pernikahan yang hakiki dengan suami
pencerai, dalam arti istri tersebut berada dalam kepemilikan suaminya dan ia
adalah obyek yang mendapatkan talak.
3.
Lafazh yang menunjukkan adanya talak, baik itu dengan ungkapan
langsung atau sindiran. Jadi niat talak saja tanpa ungkapan talak itu tidak
cukup dan tidak bisa mentalak istri.
D.
Hikmah Talak
Apa yang Allah SWT. syariatkan
kepada hamba-Nya suatu hukum pastilah mengandung hikmah yang agung. Sebuah
kesyukuran bagi yang mengetahui hikmah tersebut dan tetap meyakini akan adanya
bagi yang tidak mengetahuinya. Adapun di antara hikmah yang para ulama kemukakan
dalam pensyariatan talak adalah sebagai berikut:
1.
Merupakan salah satu kelebihan yang ada pada agama kita yang mulia,
sebab talak dapat menyelesaikan problem yang sering menimpa sebuah rumah tangga
ketika sangat dibutuhkan.
2.
Memberikan maslahat kepada suami dan istri. Misalnya, mengakibatkan
bahaya bagi sang istri kalau tetap bersama suaminya ataukah istri yang
berakhlaq buruk dan tidak istiqamah dalam melaksanakan kewajiban syariah, maka
talak menjadi jalan keluar dari hal tersebut.
3.
Terjadinya dampak buruk jika menentang syariat talak ini. Adanya
kerusakan moral dalam masyarakat, penyelewengan-penyelewengan dan hancurnya
sebuah rumah tangga.
4.
Adanya pensyariatan rujuk untuk talak satu dan dua agar hubungan
suami istri tidak terputus begitu saja selama-lamanya. Barangkali pihak suami
menyesal atas keputusan mentalak istrinya, dan kemudian Allah SWT. menjadikan
di dalam kalbunya keinginan kuat untuk rujuk kepadanya sehingga yang demikian
lebih mudah dan lebih gampang dalam prosesnya.
5.
Puji syukur kepada Allah SWT. terhadap keutamaan dan kebaikan yang
dianugerahkan kepada agama Islam ini, di mana syariatnya mencakup semua
maslahat, baik yang dibutuhkan sekarang maupun yang akan datang.
E.
Pembahasan Talak Ba’in
Talak ba’in adalah talak di mana seorang suami tidak
mempunyai hak rujuk kepada istrinya. Dengan jatuhnya talak ba’in ini,
maka seorang suami sama kedudukannya sama seperti laki-laki lain jika ingin
melamar untuk menikahinya kembali. Maka wanita tersebut boleh menerimanya
melalui penyerahan mahar dan proses akad nikah, sebaliknya jika ia enggan, maka
menolaknya juga tidak apa-apa.
Talak dapat menjadi talak ba’in karena lima hal, yaitu:
1.
Suami mentalak istrinya dengan talak raj’i (talak di mana
suami-istri bisa rujuk kembali), kemudian membiarkan tanpa merujuknya hingga
masa iddahnya habis. Jadi talaknya terhadap istri menjadi talak ba’in hanya
dengan habisnya masa iddah.
2.
Suami mentalak istrinya dengan kompensasi istrinya menyerahkan
sejumlah uang kepadanya, hal ini biasa disebut dengan khulu’
3.
Istri ditalak oleh dua hakim dari utusan suami-istri karena
keduanya berpendapat bahwa talak tersebut lebih bermanfaat daripada keduanya
tetap dalam jalinan pernikahan.
4.
Suami mentalak istrinya sebelum menggaulinya, karena wanita yang
ditalak sebelum digauli tidak mempunyai masa iddah. Jadi talak terhadapnya
menjadi talak ba’in hanya dengan jatuhnya talak.
5.
Suami berketetapan hati mentalak istrinya dengan talak tiga dalam
satu ungkapan, atau tiga ungkapan dalam satu tempat, atau ia mentalaknya setelah
dua talak sebelumnya. Inilah yang disebut dengan talak ba’in kubra yaitu
adanya pemisahan yang besar dalam arti ia tidak halal menikah lagi dengannya
kecuali setelah istrinya menikah dengan laki-laki lain.
Daftar Rujukan
1.
Al-Qur’an dan Terjemahnya
2.
Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah
wal Kitabil Aziz, Terj: Al-Wajiz, Ensiklopedi Fiqih Islam dalam
al-Qur’an dan as-Sunnah ash-Shahihah.
3.
Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhajul Muslim, Terj: Ensiklopedi
Muslim.
4.
Kamil Muhammad Uwaidah, Al-Jami’ fii Fiqhi an-Nisa’, Terj: Fiqih
Wanita.
5.
Shaleh al-Fauzan, Al-Mulakhkhashul Fiqhi, Terj: Fiqih
Sehari-hari.
(Penulis: Azhari)